Saya bertumpu di sofa, saya tak lihat tv namun lihat mbak Intan. Lumayanlah, perjalanan dengan memakai kereta cukup melelahkan. Bokeb Mbak rela punya anak darimu wan”, katanya.Aku tak menyia-nyiakannya. Saya umumnya memanggilnya mbak Intan, rutinitas dari kecil mungkin saja.Ia tinggal sendirian berbarengan ke-2 anaknya, sejak suaminya wafat saat saya masihlah SMP ia membangun usaha sendiri di kota ini.Yakni berbentuk tempat tinggal makan yang lumayan laku, dengan bekal itu ia dapat menghidupi ke-2 anaknya yang masihlah duduk di SD. Dari kesukaannya, dari pengalaman hidupnya.Saya juga jadi dekat dengan anak-anaknya. Tidak merasa telah satu semester lebih saya tinggal dirumah ini. Setelah ganti baju aku keluar kamar.Tampak mbak Intan melihat-lihat isi kulkas.“Waduh, wan, bisa minta tolong bantu mbak?”, tanyanya.“Apa mbak?”“Mbak mau belanja, bisa bantu mbak belanja? Setelah itu entah berapa kali aku mengulanginya dengan mbak Intan, aku mulai mencoba berbagai gaya.Mbak Intan sedikit
