Kami berpelukan, mulutku berbisik dekat telinga Pipit.“Kamu gila Pit.. Bokeb Kok kita pegang-pegangan sih..” Pipit setengah berbisik. Pipit masih saja memandangku tak berkedip. Aku antar dia mengambil surat-surat TKW-nya. sudah jauh-jauh balik lagi kan mubazir.. Kan capek nyetir mobil..” katanya.Diberikannya air putih itu, tapi mata Pipit yang indah itu sambil memandangku genit. Aku menindihnya, dan masih menciumi, menjilati lehernya, sampai ke telinga sebelah dalam yang ternyata putih mulus dan beraroma sejuk. Di dalam perjalanan kami ngobrol dan sambil bersendau gurau.“Pit.., namamu Pipit. Puas kupandang, dilanjutkan menyentuh putingnya dengan lubang hidungku, kuputar-putar sebelum akhirnya kujilati mengitari diameternya kumainkan lidahku, kuhisap, sedikit menggigit, jilat lagi, bergantian kanan dan kiri. Akupun membalasnya dengan buas.




















